Indonesia merupakan salah satu Negara dengan tingkat perekonomian yang
rendah. Banyak
faktor yang menjadi penyebab terjadinya hal tersebut, antara lain kasus-kasus
yang menyangkut dunia perpajakan yang akhir-akhir ini marak terjadi di
Indonesia. Berbagai upaya telah dilakukan baik dari pemerintah maupun
lembaga-lembaga yang berhubungan dengan perpajakan. Salah satu kebijakan yang
dikeluarkan oleh pemerintah ialah kebijakan pengampunan pajak (Tax Amnesty). Tax Amnesty merupakan kebijakan yang
digunakan untuk menghimpun penerimaan negara dalam waktu cepat.
Biasanya,
tax amnesty dilakukan karena empat alasan:
1. Maraknya aktivitas underground
economy atau penggelapan pajak (tax evasion)
2.
Pelarian
modal ke luar negeri (capital flight)
3.
Rekayasa
transaksi keuangan
4. Serta politik penganggaran untuk
menghadapi kontraksi anggaran negara yang sedang terjadi.
Penerapan Tax Amnesty di Indonesia jika dilihat dari
pengalaman berbagai negara yang telah menerapkan, Indonesia masih memiliki
potensi dan peluang untuk meningkatkan dana-dana masuk ke Indonesia yang cukup
banyak disimpan di luar negeri. Kebijakan ini memilik potensi yang cukup besar
dan berpengaruh positif bagi pasar Bursa Efek Indonesia, dimana akan terjadi
penambahan emiten baru karena perusahaan-perusahaan tidak perlu khawatir atas
permasalahan pajak yang telah lewat. Karena masalah perpajakan merupakan salah
satu faktor yang dianggap memberatkan bagi calon emiten untuk mengubah status
perusahaannya menjadi perusahaan terbuka. Namun, upaya-upaya yang harus
dilakukan pemerintah dalam mengoptimalkan pajak, Indonesia harus terlebih
dahulu melakukan program sosialisasi keseluruh lapisan masyarakat luas dengan
strategi yang tepat dan terarah agar masyarakat mengerti tujuan diadakannya
kebijakan pengampunan pajak ini. Kebijakan pemerintah tersebut mempunyai tujuan
selain untuk menegakkan hukum, tapi disisi lain akan mengampuni dan mau
memutihkan dosa-dosa perpajakan.
Tax amnesty
juga memberikan dampak positif terhadap perkembangan prekonomian Nasional,
yaitu mampu meningkatkan sumber penrimaan Negara dalam jangka waktu pendek.
Kebijakan tax amnesty kini makin dekat dan makin jelas. Terbaru, Badan
Legislasi DPR RI menyatakan setuju dengan substansi RUU Tax Amnesty yang
disusun pemerintah, setelah telah bertemu secara informal dengan wakil
pemerintah (Harian KONTAN, 22/1). Hampir semua kekuatan tampak mendkung
kebijakan ini. Suara penolakan terhadap kebijakan kontroversi ini hanya
sayup-sayup terdengar. Mengapa tax amnesty kontroversi, setidaknya buat saya
secara pribadi. Pertama, tarifnya
sangat murah: 1% 2% 3% dari selisih harta yang tidak dilaporkan bagi wajib
pajak yang melakukan repatriasi dananya dari luar negeri ke Indonesia. Dana
3%,4%, 6% bagi wajib pajak yang tidak merepatriasi dana. Tarif yang cukup
rendah ini menyebabkan penerimaan pajak dari kebijakan ini tidak maksimal.
Hanya Rp 60 triliun-Rp 80 triliun, sangat rendah dibandingkan dengan aset objek
tax amnesty yang diperkirakan mencapai Rp 2.000 triliun. Bandingkan tarif
normal PPh pribadi (5%-30% tergantung penghasilan) dan badan (25%). Kebijakan
tax amnesty ini dijalankan sebelum pemerintah melaksanakan pertukaran data
transaksi dan data harga wajib pajak dengan negara-negara G20 pada 2017.
Kerjasama ini dapat digunakan untuk menagih kekurangan pajak. Tapi ketika tax
amnesty diberikan sekarang, kerjasama transfer data itu tidak berdampak apa-apa.
Seperti senjata lengkap dengan peluru, tapi tidak bisa digunakan. Terkesan
kebijakan tax amnesty hanya untuk menyelamatkan para pengemplang pajak,
ketimbang menggali penerimaan negara.
Tax amnesty
ini selain memberikan dampak positif terhadap perekonomian Nasional, namun juga
memberikan Dampak Negatif. Khususnya ketika tax amnesty menjadi sumber
penerimaan Negara jangka panjang yang berkaitan dengan tax compliance.
Wardiyanto (2007) menyebutkan bahwa meski tax amnesty mampu meningkatkan
penerimaan negara, ternyata tax amnesty menimbulkan ketidakadilan antara
penerima fasilitas pajak dengan pembayar pajak yang telah membayar dengan jujur
dan tepat waktu. Hal tersebut diperkuat oleh analisis dari Ragimun (peneliti
BKF) bahwa tax amnesty dapat menyebabkan penurunan kepatuhan sukarela
(voluntary compliance) dan melahirkan moral hazard bagi kalangan pembayar pajak
yang akan cenderung menunda pembayaran pajak, dan mengharapkan pengampunan
pajak berikutnya.
Dalam
implementasinya, tax amnesty harus dibarengi perangkat database Ditjen Pajak
yang memadai serta sosialisasi kepada masyarakat. Di sisi lain, tax amnesty
akan banyak bersinggungan dengan upaya peningkatan tax compliance. Untuk
membatasi moral hazard, pemerintah harus melaksanakan strategi tax amnesty yang
tepat. Dalam jangka pendek, kebijakan ini tidak hanya didesain untuk memberikan
insentif kepada WP yang ikut serta dalam program, tetapi juga diatur supaya
memberikan tekanan atau rasa tidak nyaman kepada WP yang tidak bersedia
mengikuti program tax amnesty. Salah satu cara yang mungkin ditempuh ialah
penguatan audit pajak. Sedangkan dalam jangka panjang, pemerintah harus terus
menjaga kepercayaan masyarakat sebab
kepatuhan pajak berkaitan dengan institusi dan kepercayaan politik.Pada
akhirnya, pemerintah tidak hanya berkepentingan mencapai target penerimaan
pajak dalam jangka pendek, tetapi juga harus berupaya meningkatkan kepatuhan
membayar pajak yang berkesinambungan. Sehingga dapat saya simpulkan, bahwa
kebijakan pengampunan Pajak yang dikeluarkan oleh pemerintah memiliki Dampak
Positif dan Negatif terhadap Perekonomian Nasional.
Sumber
:
http://www.academia.edu/25895996/Dampak_Penerapan_Kebijakan_tax_Amnesty_Bagi_Perekonomian_di_Indonesia